Wednesday, November 15, 2006

Lintah


Oleh Ki Jambang Masygul

Ini bukan meniru cerpen “Lintah” karya Djenar Maesa Ayu. Cerpennya memang oke, sayang penulisnya patut dibasmi. Tapi kita tidak akan membasmi Djenar kali ini. Belum saatnya. Ngomong-ngomong soal Djenar, harus kita akui bersama bahwa writer slash celebrity slash whore yang satu itu memang seksi. Banget, malah. Nah, tokoh yang akan kita bunuh kali ini sangat gemar akan wanita-wanita asoy. Dia akan melakukan apa saja demi mendapatkan mereka, termasuk dengan mengajar mengaji mulai tengah malam hingga subuh tiba.

Mari, kita rayakan kematian Rhoma Irama.

Kisah dimulai ketika saya datang ke studio Soneta Group untuk menculiknya. Ketika saya datang dia sedang asyik menyetem gitar. Saya masuk dan berteriak, “Ane mau nyulik Rhoma Irama. Siapa yang keberatan?” Seperti yang sudah direncakan, tidak ada satu pun anggota Grup Soneta yang mengangkat tangan. Bang Rhoma memandangi mereka satu per satu, heran karena tak ada yang membelanya. Maka saya bilang, “Ah, nggak usah heran, Bang Haji. Selama ini di Grup Soneta yang dikenal sebagai selebriti kan ente doang. Ente sok dahsyat sih, ampe anggota-anggota Soneta yang lain diabaikan status selebritinya, bahkan di dunia dangdut yang sok meriah sendiri. Di film-film, selalu ente yang jadi jagoan. Yang berdiri paling depan dalam menyampaikan nada dan dakwah juga cuman situ. Yang lain selalu ketutupan bayang-bayang kebesaran Haji Rhoma Irama. Saya datang ke sini juga karena salah satu anggota Grup Soneta ngirim surat ke Sastrawan Jahat, minta supaya ente dibunuh aje. Udah yuk, Bang, ikut aye sekarang.”

Rhoma Irama bangkit dengan gagahnya. Dia buka baju, memamerkan bulu dadanya yang bergoyang ditiup AC. “Ke sini lu kalo berani!” tantangnya. Saya berjalan mendekat. Bang Rhoma membelalak. Ke arah saya dia berlari gesit, meskipun pernah kena stroke. Saya nggak mau kalah dong. Saya keluarkan pistol imut kesayangan saya dan langsung saya tembak tempurung lututnya. “AAAAAAAAAAH,” teriak Bang Rhoma. Saya ambil sapu tangan yang sudah dibasahi chloroform dari dalam kantong celana, kemudian saya bekap hidungnya sampai dia tak sadarkan diri.

“Nih, Dek, biar kagak susah ngebawanye.” Salah seorang personel Soneta memberi saya gerobak sorong. Dia juga membantu saya mengangkut tubuh Bang Haji hingga ke mobil. Lantas kendaraan saya kemudikan dengan santai ke markas Gerombolan Sastrawan Jahat yang berada di tengah-tengah komplek perumahan Kenanga Biru.

Sesampainya di garasi, saya buka celana Rhoma Irama biar telanjang sekalian, lalu saya ikat tubuhnya dengan plester superlengket sampai dia hanya bisa menggeliat-geliat. Efek obat bius mulai hilang. Segera saya sumbat mulutnya dengan dildo yang meniru penis Jeff Palmer supaya dia tidak berteriak histeris. Kan repot kalau tetangga-tetangga sampai mendengar teriakan di siang bolong. Sebagai sentuhan terakhir, saya ambil pisau silet kemudian dengan laknat saya cukur jambang Bang Rhoma yang aduhai lebatnya sampai terlihat masygul.

Tukang Kredit Gamis yang sudah menanti-nanti kedatangan saya membantu mengangkatkan tubuh Bang Haji ke dalam, langsung ke ruang sidang Dewan Sastrawan Jahat. Di sana sudah berkumpul semua anggota Sastrawan Jahat kecuali Kyai Asbak Berlumut dan Srikandi Bulu Jambon yang memang berdomisili di daerah lain. Laki-laki Berkuteks Darah, Nanas Homo, Gadis Berpedang dari Bukit Imagure, Si Jenggot Sakti dari Gunung Tian-Shan, dan Pendekar Air Mata Menghunjam duduk melingkar di sofa menghadapi sebuah akurium besar. Akuarium besar itu khusus saya pesan untuk menghabisi Rhoma Irama agar kematiannya tampak elegan. Di dalamnya tampaklah lintah-lintah berbagai ukuran dan warna (rata-rata sih item sama coklat) sedang menempel di kaca atau berenang-renang gaya geal-geol. Lintah-lintah ini saya beli dari seorang agen binatang penghisap darah di Pasar Siksa Segala, pasar langganan gerombolan Sastrawan Jahat.

“Cepat amat lu balik?” tanya Pendekar Air Mata Menghunjam. “Kami mau nonton DVD dulu nih.”

“Nyindir nih ye. Tenanglah, Pendekar Air Mata Menghunjam, penantianmu bakal setimpal dengan tontonan yang akan segera kau saksikan. Tolong, kalian bukakan penutup akuarium itu. Laki-laki Berkuteks Darah, jangan ngutekin kuku melulu dong. Bantu aku mengangkat Bang Rhoma.”

Setelah yang lain membuka tutup akuarium, Tukang Kredit Gamis dan Laki-laki Berkuteks Darah membantu saya mengangkat tubuh Bang Rhoma dan menceburkannya ke dalam akuarium.

“Anjrit, airnya nyiprat ke lantai tuh. Lintah-lintahnya ada yang ikut jatoh!” pekik Gadis Berpedang dari Bukit Imagure yang agak-agak geli sama lintah, kecuali lintah suaminya, hihihi. Peace, Gadis Berpedang dari Bukit Imagure, jangan tebas jambangku yang telanjur masygul ini.

Dengan pinset saya masukkan kembali belasan lintah yang tercecer di lantai. Tutup akuarium dipasang kembali. Kami semua duduk manis di sofa, menyaksikan tubuh Rhoma Irama bergoyang-goyang di dalam akuarium. Pantatnya tampak sedang ngebor a la Inul Daratista. Lintah-lintah mulai mengerumuni tubuhnya yang telanjang. Pendekar Air Mata Menghunjam membagikan pop corn buat kami semua. Nanas Homo bangkit dari sofa lantas mulai berjalan mengelilingi akuarium.

“Ih, ada yang nempel di kontolnya lho. Hiii, kayaknya mau masuk lewat pucuknya tuh. Waaa, lubang silitnya penuh. Kayaknya ada lima puluhan ekor deh di situ.”

Tentunya tak hanya di sekitar daerah-daerah cabul Bang Rhoma binatang-binatang penghisap darah itu bersantap siang. Mereka mengerumuni badannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ada yang masuk ke dalam lubang hidung, ada yang masuk lewat telinga. Tak ada yang satupun yang lepas meski gerakan ngebor Rhoma Irama makin menggila.

Saya perhatikan ikatan di sekujur tubuh korban kami mulai mengendur. Plesternya pasti tidak tahan air. Satu per satu kami berdiri. Bang Haji berhasil melepaskan seluruh ikatan di badannya. Ia mendorong tutup akuarium hingga tergeser dan jatuh pecah berkeping-keping di lantai. Ia berdiri, tubuh berkerubung lintah. Ia cabut dildo dari mulutnya lalu mulai berteriak. "Huanjiiing!" katanya. Tapi dia tak bertahan lama, karena saya ambil pistol mungil saya lalu saya tembak buah zakarnya. Rhoma Irama memengangi selangkangannya. Ia terduduk di dalam akuarium. Lintah-lintah terus mengerumuninya.

“Hhh, bosen nih,” ujar Laki-laki Berkuteks Darah. “Jalan yuk.”

“Jalan ke mana?”

“Ke mall aja. Ngadem,” usul Tukang Kredit Gamis.

“Terus Bang Rhoma?” tanya Gadis Berpedang dari Bukit Imagure.

“Udah biarin aja dia di sini dulu. Kasihan tuh lintah-lintahnya masih laper.”

“Oh ya udah. Yuk deh. Ntar di mall aku traktir es krim.”

“Asyiiik!”

8 comments:

Sastrawan Jahat said...

Nanas Homo

Hello, Bung Rhoma. Apa kabar anda di surga?
Sudah pengajian berapa kali disana? Sudah dapat bokong berapa buah? Sudah dapat dada ukuran berapa aja? Bagi ke saya dong.

Om, inget umur sama tampang dong. Udah nggak laku kali hari gene.

Ngapain juga ngecret masalah moral di media. Emang om tau moral itu apa? Oya, moral itu kan ngajar ngaji jam dua pagi yah? Hihihihi, eke lupa.

Kalo Nanas sih, taunya moral itu makanan yang dijual di toko roti. Enak lho, rasa nanas.

Mati saja kau dimakan lintah.

Anonymous said...

Ngga perlu lah segitunya maki2 orang, Sastrawan Jahat!
Sepanjang nggak ngeganggu kita, biarin aje, kenape?
Soal bener-salah kan urusan Tuhan.
Nggak usah sok menghakimi... orang hakim beneran aja belum tentu bener....

BTW, keep writing ya!
Lumayan juga lu... bisa bikin gw ngakak2 dikit. :D

-- Ksatriawati Jilbab Hitam --

Anonymous said...

Nanas Homo untuk Ksatriawati Jilbab Hitam

Sayangnya mereka layak gitu loh bo...

Anonymous said...

Hahahahha...Waiting for the next scene!!!!!

Kl perlu difilmkan aja sekalian ahhaha...

Selanjutnya yg dirasa perlu untuk dibasmi dari muka bumi :
1. Peggy Melati Sukma
2. Anisa Bahar
3. Anisa Pohan
4. Dhani Dewa

And many more...Gw pengen buat pembunuhan Rhoma Irama tapi kalian udah buat duluan! :D

Anonymous said...

Sastrawan jahat. Gw suka banget ama tulisan elo. memuaskan fantasi liar gw ama selebriti yanggw sebel. Bikinin cerita tentang Desy Ratnasari dong... belagu amat tu orang

Anonymous said...

hmmm...phh *tersedak*
watashi terrato sarrangka,rhoma-dono suuda maati.
hmmmm....hmmmm *diam nan masygul*
ooi sasatarawan jahato,arigato. watashi baruu sadar kloo rhoma-dono juugaa mnusya.punnya nafsu samma dada.bisaa matti karro biji takada.
(takada means tak ada,get it?ketawa dong....gw nyusunnya cape nih >.<)
bolekaa watashi join samma you semwa?jadii tuukang pijit jgaa takapa (at least smile,for God sake !! >.< )
hmmmm....
sooouu watashi tunguu deedu-ristu (dead-list,red) serranjutnya.
hmmmm.....hmmmmm *ngangguk2 ga maksud*

(supaya terkesan jepun beneran, penggantian huruf L dengan rr adalah diperlukan.Jika ada kesamaan L,hal ini adalah kebetulan dan tidak disengaja).

hmmmm...puff *teknik ilang pk asap*

Anonymous said...

Kak Rhoma, Kak Rhoma...
Masih ingat nggak baju SMA yang dipake di film apa-gitu-judulnya? Mau tanya dong. Itu syutingnya di SMA mana? Tahun berapa? Kok ada anak SMA berjenggot masygul (maaf, Ki Jambang Masygul)? Ngomong2, aku lupa, di film itu Kak Rhoma jadi anak SMA kelas berapa? Kalau kelas I, berarti baru lulus SMP dong. Jembutnya udah brewokan juga belum?

-- Duet Sastrawan Inosen --

sastrawan inosen 1: ih, inosen kok ngomong jembut?

sastrawan inosen 2: ih, kakak kok ngomong jembut sih? dosa lho

sastrawan inosen 1: tuh kamu juga ngomong jembut!

sastrawan inosen 2: jangan ngomong jembut!!!

(dan begitulah seterusnya sampai mereka tidak inosen lagi)

tiara said...

ckkkkckk......
gokiL...
bener2 jahadd..
tapi aqu suka bngt..
^_^